*
“Triiing
Triiing” Nada dering handphoneku sontak mengagetkanku dari tidurku. Telepon
dari Aryo. Dengan kondisi baru bangun tidur, aku memaksakan untuk
mengangkatnya.
“Apasih
Yo” Kataku judes. Aku masih teringat lamunanku yang tadi, bahwa Aryo telah
menghancurkan impianku selama ini. Tidak sih, itu hanya perkiraan saja namun
aku tetap yakin bahwa rasa suka dan cintaku pada Aryo telah merusak semuanya.
“Kita
makan eskrim yuk.”
“Apasih
Yo. Udah ya besok aja? Gua cape banget hari ini”
“Gua
udah didepan rumah lu Gail..”
“Yaudah
tunggu bentar.”
Aku
langsung mematikan panggilan dari Aryo. Dan di layar handphone langsung tertera notif missed calls sebanyak 30 kali dari Aryo. Aduh jadi ngga enak juga. Jam menunjukkan jam 11
malam. Aku mengendap-endap untuk menuruni tangga dan membuka kunci rumah dengan
perlahan. Ketika ku membuka pintu rumah, seorang laki-laki tinggi berambut
ombak dan berkulit sawo matang sedang menatapku yang tak lain adalah Aryo.
“Masuk
aja, pintunya ga dikunci”Kataku setengah tertidur. Ia pun menuruti apa kataku.
Ia membuka pagar rumahku dan menghampiriku seraya menyerahkan es krim Baskin n
Robbins berwarna pink dan ungu yang tak lain adalah rasa cotton candy, rasa es
krim favoritku.
“Sori
ya rada leleh dikit. Cool box dimobil
gua lagi payah hehe.”
“Yaa no worries. Makan sama-sama yuk”
Kita
pun duduk di teras rumahku dan makan eskrim cotton candy bersama sama. Aryo
juga membeli es krim untuk dirinya sendiri. Setelah itu kita saling memandang
satu sama lain.
“Ih
belepotan es krim mulut lu” Kata Aryo setengah tertawa
“Apaan
lu sampe ke hidung” Jawabku tenang. Lalu perlahan tertawa. Dan akhirnya kita
tertawa terbahak-bahak sambil menyeka wajah kita yang belepotan es krim.
Setelah itu kita ngobrol-ngobrol soal
kenangan masa SMA dan SMP yang telah kita lewati. Aryo sebenarnya satu sekolah
denganku sejak SMP namun, kita baru dekat sewaktu SMA. Awal kita bisa berteman
ini karena kerja kelompok pada praktikum kimia pada kelas 1 SMA. Rasanya bila
mengingat peristiwa-peristiwa itu, aku jadi ingin menjadi anak SMA selamanya.
Karena keasyikan melamun, aku tak sadar bahwa Aryo sedari tadi memerhatikanku.
“Ngelamunin
apa?” Tanyanya penasaran.
“Hah?
Ngga Yo ga ngelamunin apa apa.. Hehe”
Kita
pun saling bertukar pandangan. Aryo pun tersenyum manis. Aku pun membalas
senyumannya.
“Gail?”
Ia memanggilku. Dengan nada yang berbeda.
“Ya?”
“Lu
ngga apa apa kan? Kemarin gua khawatir abisnya lu kayak abis nangis.”
“Hahaha
ngga kok, santai aja. Biasa bapak gua suka gitu.” Kataku berusaha untuk tetap
tenang.
“Yaudah
jangan sedih lagi.” Jawab Aryo yang kini memegang erat tanganku yang berada di
atas penyangga kursi. Jantungku berdetak kencang. Aku amat terkejut, namun aku
berusaha untuk tetap tenang.
“Iya,
ngga Yo tenang aja.” Aku tersenyum.
Dia
hanya tersenyum dan menunduk. Aku juga menunduk. Tangan kita masih tergenggam
erat.
“Gail?
Ujarnya lagi.
“Ya?”
“Lu...
mau jadi pacar gua ngga?” Tanya Aryo dengan wajahnya yang aku lihat sedikit
memerah. Aku merasakan suhu badanku memanas yang notabene malam ini sangatlah
dingin. Aku bingung harus menjawab apa. Sebelum aku berkata begitu, tiba tiba
aku mendengar ada seseorang yang berkata dengan manja.
“Hehe
yaudaah ayo. Sekarang lu istirahat, jangan sakit-sakit.”
Wajah
Aryo tersenyum lebar sekaligus tersipu malu.
“Maaf ya Gail
ngerepotin, pulang dulu ya. Cepet masuk, kunci pintu jangan lupa.” Katanya
sambil mengusap rambutku lalu bangkit berdiri. Ia pun berjalan keluar dari rumahku
dan segera menutup pagar rumah. Ternyata, aku baru saja menerima cinta Aryo.